Selasa, 16 Maret 2010

BAB 13 Happening Art in Kejaksaan Agung

Pagi itu langit sedikit berawan, aku terbangun dari tempat tidur karena getaran HP yang cukup mengganggu yang tepat berada di bawah perutku. Siapa pula yang ganggu tidurku pagi ini? jam enam tenk pun belum, apa dia tidak tahu semalam tadi aku terserang insomnia lagi sama seperti tiga malam sebelumnya (jelas dia ga taulah). Minggu-minggu ini sehabis shalat shubuh dan tilawah biasanya anak anak alinayah tidur lagi walaupun tidak semuanya tapi sebagian besar iya. Karena acara ta’lim rutin ba’da shubuh belum diaktifkan lagi oleh ustadz semenjak ujian dahulu. “iya,assalamualaikum” sapaku dalam telpon,”hallo ka, ini bunga (nama disamarkan) kaka bisa ga bantuin di happening art. Saya tunggu sekarang juga di koridor lanskap, sekarang juga ya” tanpa pikir panjang langsung aku jawab “ya….bisa!!!.”, entah darimana aku punya jawaban seperti itu, atau ini akibat aku kurang tidur? Ahh… masa bodoh yang jelas aku suka sekali yang namanya teater dan sejenisnya.
Aku beranjak dari tempat tidur, sikat gigi dan pake kemeja biru and pokonya necis banget tanpa inget yang namanya mandi, dan bersiaplah aku untuk sebuah peran yang masih misterius itu. Aku langsung berpikir bahwa peran yang aku dapatkan adalah peran yang sangat menantang dan membuat siapapun iri melihatnya, dengan segenap tenaga dua pasang kaki ini lari tanpa henti dari tempat kost ku kearah tempat kita janji bertemu. Akhirnya dengan napas yang ngos-ngosan aku sampai di koridor lanskap tempat yang dijanjikan untuk bertemu. Tapi ternyata disana tak ada seorang pun yang datang. Dimana sebenarnya orang yang menelpon aku pagi-pagi tadi? Bukankah kita janjian bertemu sekarang? Hmm… ternyata tak perduli siapa saja, entah dia mahasiswa atau pejabat yang di demo mahasiswa, mereka punya kesamaan, sama-sama telat. Mungkin telah menjadi budaya, tapi bukankah budaya itu harus dilestarikan? Masa bodoh, yang jelas aku sangat menantikan peran yang aku dapat itu. Akhirnya setelah 30 menit orang yang dijanjikan itu datang, dia bicara panjang lebar dan akhirnya sampailah pada pembagian peran. Eh tak dinyana, peran yang sangat aku nanti-nantikan itu dengan pakaian kemeja yang rapi tidak seperti biasanya karena baru disetrika pake pewangi pinjeman temen sekamar. Inilah saatnya pembagian peran yang sangat dinantikan. Setelah semua kebagian kini giliran aku. “ka fu...” sapa dia, “iya” aku jawab, dihati aku deg-degan juga, aku dapet peran apa ya dengan pakaian rapi kayak gini. “kakak dapat peran seorang rakyat yang miskin, kucel, kumel, kelaparan lagi tertindas. Nanti tolong bajunya disesuaikan ya” Naas… sia-sialah dandananku yang necis ini.
Happening art biasa dilakukan untuk membuat sebuah aksi demonstrasi lebih menarik. Hari itu akan diadakan sebuah aksi di kejaksaan agung menuntut dituntaskannya kasus-kasus korupsi yang telah lama menyengsarakan rakyat. Entah berapa banyak rakyat yang meregang nyawa akibat kelaparan, berapa banyak wanita-wanita yang melacurkan diri gara-gara beban ekonomi yang semakin menghimpit dan masih banyak persoalan-persoalan lain yang ditimbulkan oleh iblis yang namanya korupsi.
Seluruh mahasiswa diangkut dengan tiga buah bis kecil. Aku duduk dikursi paling belakang bis pertama. Dalam perjalanan seperti biasa, aku melihat ke arah jendela untuk mengumpulkan tenaga, menguatkan diri dan meluruskan sebuah niat. Aku melihat pohon-pohon, sawah dan rumput-rumput seakan-akan tersenyum dan berkata “selamat jalan dan selamat berjuang” dan seperti biasa, akupun akan membalas senyuman mereka dengan senyuman yang paling pantas “doakanlah perjuangan kami”. Kemudian setelah bis kami mencapai jalan soleh iskandar, jalanan rusak dan banyak yang bolong, konon dulu katanya lubang-lubang itu sering ditanami ikan lele oleh santri. Whateverlah yang jelas bodoh sekali kalo ada santri yang nanam lele di kubangan jalan, mubazir! Kami melihat banyak sekali gubuk-gubuk di pinggir jalan, para pemulung dan rumah-rumah yang tidak layak huni disamping ada sebagian juga yang bermewah-mewah. Dengan mengesampingkan bagian yang mewah, itu bekal yang cukup untuk meluruskan sebuah niat yang mengantarkan kami menuju kajaksaan agung. Bersiaplah kejaksaan agung! Sebentar lagi kami datang!



“Kejahatan yang bejad adalah mengkhinati arti dari sebuah amanah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar