Senin, 11 April 2011

Sepi Bukan Sapi...

Saya akan mencoba sedikit mengulas mengenai judul note saya kali ini, Judul ini di angkat karena sudah kering (emangnya jemuran), saya peroleh judul ini ketika saya berusaha meditasi, meninggalkan aktivitas yang biasa saya lakukan, menyendiri tanpa gerak, dan memejamkan kedua mata saya dengan penuh kekhusyu’an (sebenernya saya tidur). Mengapa saya memberikan judul “Sepi Bukan Sapi”?, tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap intelegensia pembaca sekalian yang budiman, saya hanya ingin mempertegas saja bahwa sepi itu berbeda dengan sapi.

Sapi adalah binatang paling sabar sedunia bagaimana tidak, meski susunya di peras tiap hari, sapi tidak pernah menuntut sekalipun untuk dinikahi (curhatan sapi), sedangkan pengertian sepi adalah suatu keadaan yang mana saya semakin bingung untuk menjelaskan dan saya menjadi semakin yakin seyakin-yakinnya bahwa penjelasan yang saya paparkan membuat sesuatu yang sudah jelas menjadi semakin tidak jelas (sejak kapan juga pengertian yang saya paparkan mencerahkan?)



Gambar di atas adalah salah satu adegan di film AADC bukan AA Gym atau AA Gatot, film itu sempat booming dan menjadi langkah awal kebangkitan perfilman Indonesia, film itu diperankan oleh Dian Sastrowardoyo (Cinta) dan Fuad Saputra (Rangga), tampak pada gambar Cinta (Dian Sastro) sedang membacakan puisi yang dibuat oleh Rangga (Fuad). Puisi tentang perasaan kesepian yang teramat sangat sepi sekali (sulit dibayangkan).

Baiklah, mari kita tinggalkan adegan di film tadi, Apa itu Sepi? Menurut buku Bahasa Indonesia karya JS. Fuad Badudu, Sepi adalah suatu keadaan dimana tidak adanya orang, tidak adanya kebisingan, tidak adanya keramaian, pokoknya tidak ada termasuk pengertian inipun sebenarnya tidak ada… (Nah Lho). Lalu kemana saya harus mencari jawaban? Apakah saya harus bertanya pada rumput yang bergoyang? (Rumput menjawab: Maap, goyangan berlaku jika saweran di atas 50 rebu). Hmm… yah, sedikit uneg-uneg mungkin bisa sedikit juga mengaburkan penjelasan yang sudah beredar luas.

Rasa sepi dan ramai adalah bagian dari kehidupan, ada baik dan buruk, gelap dan terang, tampan dan kurang tampan, cantik dan tidak cantik, selama kita yakin bumi masih berputar, maka rasa sepipun pasti akan bergulir menjadi ramai, dan bukankah semua yang terjadi pada diri kita saat ini adalah konsekwensi dari perbuatan kita di masa lalu? Dan mungkin rasa kesepian kita sekarang adalah implikasi dari tingkah laku kita terhadap teman, rekan kerja, tetangga, atau bahkan orang tua di masa lalu. Menjaga tali silaturrahim bukanlah perkara yang mudah, tapi bukankah tidak ada pilihan lain selain itu? Mungkin kita harus tetap melakukan itu meski sulit. Tak perlu menyesali sesuatu yang sudah terjadi, yang penting masih ada rasa tanggung jawab, memang sih tanggung jawab bukan hanya wajib dimiliki sama laki-laki yang menghamili anak perempuan orang, kita juga perlu memiliki rasa itu, jadi sekarang siapa ayah dari anak yang sedang kamu kandung? (maap, lagi-lagi berbicara diluar konteks), sampai dimana kita tadi? Oh iya, menyesal. jika kita melihat suatu perkara dari sisi yang berbeda, maka kita akan tersadar bahwa

“keterlanjuran bukanlah suatu hal yang perlu disesali”.

Terdengar sotoy yuah, tapi gapapa lha wong tulisan-tulisan saya sendiri ko, cukup sekian saja dan terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar