Senin, 11 April 2011

Pagi di Bukit Pinus (maunya jadi tulisan utuh, yah maunya yg mboten-mboten aja)

Kala sebuah nama terucap disetiap untaian do’a, mengagungkan sebuah elegy atas nama cinta, namun pada saat yang sama, diam terpaku saat dihina cinta, aku ikhlas dalam sebuah ucapan tanpa pengakuan. Menjadi udaraku dalam setiap tarikan nafas, menjadi rasaku disetiap kecapan lidah, menjadi nadaku disetiap lantunan irama.

One cup of hot chocolate make my rainy Sunday morning so melancholic, entah kenapa aku mulai memikirkan sosok yang selama ini menjadi bagian dari setiap lamunanku, pagi akan selalu mengingatkanku pada sebuah kisah, kenangan manisku bersama wanita si pengejar pagi, persis ketika matahari menyambut sepasang mata di perbukitan itu.

Udara pagi di Bukit Pinus menjadi satu-satunya momen yang tidak akan aku lupakan, rinduku mengalir disetiap tetesan air mata, meski tak mungkin aku kembalikan masa itu, satu hal yang masih tertinggal dalam dada ini, rasa… rasa yang menggores meninggalkan bekas yang sulit untuk aku lupakan, dambaku tak kan sedikitpun surut, tak ada keluh dan peluh dalam setiap udara yang kuhirup bersamanya, setia dan bahagia saat bibirnya menuturkan cerita peluh dan kesah, oh.. rinduku tak terperi, tak rela ingatanku dirampas meski sepersekian detik dari kepalaku, mencoba menyatukan serpihan asa dalam untaian kata, memeluk dan menggenggam erat memory indah, mencoba menutupi sebuah kenyataan pahit akan usainya sebuah cerita.

“Jangan lupa yah jemput aku jam empat pagi…” sebuah sms yang aku terima sebelum mata ini terpejam untuk tidur, “Oke, jangan lupa bangunin juga yah, assalamualaikum…” send… aku kirimkan balasan sms, semoga esok semuanya bisa berjalan dengan lancar. Next Destination… mengejar pagi di Bukit Pinus.

Akhirnya jam empat kurang ada seseorang yang menelpon, “udah bangun belom? Ayo siap-siap bentar lagi jam empat, kita musti berangkat pagi-pagi” suara di seberang sana yang terdengar samar-samar di telepon, “Ok, bentar yah, cuci muka dulu” jawabku “Ok, jangan lama-lama ya, kasih tau tony juga jangan sampai telat jemputnya yah…” “Siip…” jawabku.

Tepat jam empat pagi aku dan Tony sudah berada di depan kostnya dengan dua motor, tampak dua orang perempuan mengenakan sweeter sudah menunggu di depan pintu gerbang kost-kostan yang semuanya di huni oleh wanita “Yuks berangkat… takut keburu telat nih” celotehnya tanpa basa-basi “Siaaaap booozzzz” jawabku dan tony serempak. “kamu kedinginan?” tanyaku kepada seorang gadis yang tepat aku bonceng dibelakang motorku “ga ko, kita lanjut aja, lagian udah pake sweeter tebel niih” sambil memegang kerah sweeter nya agar terlihat olehku dari kaca spion sambil tersenyum, “oya, nanti kita sholat shubuh dimana?” tanyanya balik, “nanti di samping jalan sebelah sana ada masjid, kita shalat berjamaah disana aja”. “Ok” jawabnya lagi-lagi sambil tersenyum. Dea, ia adalah sosok gadis yang selalu hadir disetiap mimpi-mimpiku, pertemuan yang tanpa disengaja membuat kami lebih akrab karena memiliki hobbi yang sama, kami berdua suka sekali menikmati udara pegunungan di pagi hari, oya Dea aktif di Koran kampus, aku bertemu pertama kali ketika kami sama-sama berdemonstrasi di Jakarta, kebetulan aku menjadi tim theatrical dan Dea meliput berita untuk Koran kampus dan kami pun akrab sampai sekarang, bahkan melebihi seorang teman.

Setelah selesai Shalat Shubuh, kami berempat melanjutkan perjalanan, menembus buliran-buliran embun, mengejar sebuah asa, menantang dinginnya udara pagi yang menusuk kedalam pori-pori, melesat jauh meninggalkan peraduan, demi satu tujuan. Mengejar pagi di bukit pinus.

Setelah setengah jam perjalanan sehabis shalat shubuh, motor kami terpisah, Tony dan Tia berada jauh dibelakang, dan dengan perlahan aku berhentikan motor sambil sejenak berisitirahat di samping jalan yang mulai berbatu “SMS Tia dong, nanti nyasar lagi mereka berdua” perintahku pada Dea, “Oke”, dan tidak lama Dea pun mendapatkan balasan dari Tia, dan menunjukkan sms balasannya kepadaku “Motor kami mogok, kalian berdua lanjutin aja kesana, laen kali aja kita jalan bareng lagi ngejar pagi”, Aku tatap wajah Dea,“Gimana de..masih lanjut?” tanyaku “Ayo brangkaaaat nanti telaaaattt” jawabnya singkat dengan nada yang sedikit manja, dan aku mulai memacu motorku menyambut lazuardi di pagi buta.

Hari masih gelap ketika motor kami mulai mendaki menuju lereng bukit pinus, perjalanan kami sedikit terhambat karena jalan menuju bukit pinus penuh dengan bebatuanyang terjal, membuat motor kami harus sering dituntun karena khawatir jatuh, “Bentar lagi sunrise nih” gumamku pada Dea yang dibalas dengan anggukannya.Tiba-tiba tepat diseberang jurang kecil disamping sebelah kiri kami terlihat sebuah bukityang indah, yah kami disuguhi pemandangan yang luar biasa, membuat semua terasa lebih melancholic, di bukit seberang terlihat hamparan hutan pinus yang berbaris dengan rapi, sebagian di tumbuhi ilalang ilalang tinggi, kami duduk berdampingan diatas rerumputan yang masih basah oleh embun, menyambut sebuah fenomena alam yang sangat kami nantikan, dan karena itulah tujuan kami kemari. Tak berselang lama, keindahan alampun siap dimulai.

Terlihat samar-samar sang mentari yang perlahan mengusap seluruh hamparan dataran dan perbukitan yang tengah kami nikmati dengan cahayanya yang indah, menyapu jengkal demi jengkal dataran hijau di depan kami, disambut kicauan burung yang setia mengiringi pagi, meniupkan semilir angin yang menyejukkan hingga kedalam hati, menyampaikan sebuah sabda alam yang tertuang melalui cahayanya, kami berdua sejenak terdiam dan berusaha mengambil seluruh kekuatan yang sengaja disediakan alam di hadapan kami, pagi memang indah dan semua terasa semakin indah dan melancholic tatkala kami bertemu pandang, bertemu mata satu sama lain, mencoba menyampaikan sesuatu yang terasa mengganjal di bibir masing-masing, hingga hanya hati yang mengecap rasa tanpa sedikitpun ucapan.

Dea mengeluarkan isi dalam tasnya, ada termoss kecil dan dua buah cangkir plastic, satu cangkir ia berikan kepadaku dan menuangkan isi dalam termoss kecilnya, “wow…hot chocolate!” celotehku, dan Dea hanya tersenyum, lalu membuka dua bungkus roti, dan kami berdua menghabiskan waktu dengan bercengkrama dan menikmati sarapan pagi di lereng bukit pinus hanya berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar