Minggu, 06 Februari 2011

“I hate to believe for this sweet madness” (maunya jadi tulisan utuh, yah maunya yg mboten-mboten aja)

“Bagaimana aku bisa menerima semua ini, dosa apa yang telah aku lakukan. Aku terpaku menatap sebuah danau, terlihat beberapa pasang muda-mudi sedang memadu kasih di sisi danau, tertawa dan bercanda serasa dunia milik mereka berdua. Dan aku hanya membatu disini.”


Dea menyuruhku untuk langsung pulang, tapi kupikir tidak. Aku harus mengantarkan dea hingga sampai didepan pintu kostnya, sepanjang perjalanan aku hanya terdiam begitupun dengan dea yang asik mengutak atik blackberrynya. Lalu kumulai membuka percakapan, “ko jadi diem begini ya?”, “abisnya lo diem sih” timpalnya. Lalu mulai sedikit mencair obrolan diantara kami hingga tak terasa sudah hampir sampai ke tempat kostnya di jalan antapani bandung.

Aku antar dea hingga masuk pintu gerbang lalu aku mulai membalikkan badan sedikit berharap dea melihatku untuk terakhir kali tapi tidak, ada dua anak kecil yang sedang bermain sepeda di jalanan sempit dekat tempat kost dea, kedua anak kecil itu memakai sepeda yang di samping kiri kanan ban belakangnya menempel roda kecil untuk membantunya agar tidak jatuh, tiba-tiba salah satunya menghampiriku dan berkata, “kak.. namanya siapa? kakak ganteng deh, aku mau jadi pacar kakak” anak itu berkata dengan polosnya, lalu akupun tersenyum, dalam hati aku berkata “kakak berharap kakak yang baru masuk tadi berkata seperti itu juga sama kakak” anak itu tetap mengemut permen kojek dengan asyiknya mungkin tak mengerti dengan apa yang sedang aku pikirkan, lalu dia berkata “kakak suka ya sama kakak yang baru masuk tadi?” tanyanya, "aduh… anak kecil sekarang ko sudah bicara seperti ini ya" pikirku dalam hati, akupun berjongkok untuk mengimbangi tingginya dan bertanya “nama kamu siapa?”, “dea kak…” jawab anak itu dengan spontan, aku sedikit kaget mendengar namanya,lalu aku tersenyum dan mengeluarkan dua buah coklat pemberian dea saat menonton tadi dan kuberikan masing-masing satu sambil kuusap kepalanya, dea kecil sedikit malu-malu menerimanya namun tak berapa lama langsung dia buang permen kojeknya yang tinggal sedikit lagi dan mulai memakan coklat dengan lahapnya sambil asyik kembali bermain sepeda, “terimakasih kakak” ucapnya.

Mencoba mengalihkan pikiran tetapi percuma, semua ingatan memusat pada satu nama, “Dea” entah bagaimana caranya agar aku bisa menghapus nama itu dari kepala. “how can it’s so easier to believe?” celotehku. Semua mimpi mustahil akan terwujud, imajinasi raib bersama semua semangat dan kewarasanku, “I hate to believe for this sweet madness” gumamku. Berjalan menyusuri trotoar dengan tatapan kosong layaknya mumi di mesir sana, mulai menyalakan kembali sebatang rokok yang sempat tertunda saat menelepon Tata, langitpun mulai menampakkan rasa ibanya, dan mengguyur seluruh badanku dengan derasnya, tak ada setetespun air mata yang keluar, mungkin sudah tak ada lagi rasa dalam tubuhku, berjalan dan terus berjalan, tak perduli dengan lelahnya kaki yang memohon untuk sejenak beristirahat,tak perduli dengan derasnya guyuran air hujan menerpaku, aku hanya ingin menunda, ya..menunda sejenak ingatanku tentang dea, hanya dengan terus bergerak aku bisa melupakan sedikit memoriku tentang dea, rokokku kembali padam karena diguyur hujan yang semakin deras, aku berhenti sejenak di depan sebuah toko pakaian, tak ada tujuan apa-apa hanya berhenti sejenak mengabulkan permohonan kakiku.

Aku kembali mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya, sedikit mengurangi rasa dingin yang perlahan mulai hinggap, kaki ini tiba-tiba melangkah memasuki toko, beberapa penjaga menatapku dengan wajah heran dan was-was, menelisik dari ujung sepatu hingga ujung rambut yang sedari tadi tak henti-hentinya meneteskan air ke lantai, aku hanya berjalan sambil memuntahkan asap rokok disekelilingnya,dan tak menyentuh satu pakaian pun, datang seorang gadis pegawai toko yang menghampiri “cari apa mas?” tanyanya, aku sejenak terdiam dan memandang lekat wajahnya, dan sekali lagi dia bertanya, “mas cari apa?”sedikit lebih tinggi suaranya namun tetap sopan, aku masih terdiam dan tak tau mau apa, mungkin insting tubuh yang membawaku masuk kedalam toko untuk mengganti baju yang sudah basah kuyup “Tolong pegang rokok saya” pintaku, tentu saja dia menolak “ga ah, nanti saya disangka ngrokok lagi sama orang-orang”.terlihat beberapa pegawai tertawa kecil melihat kami berdua “pegang aja, saya mau pilih baju, nanti pakaiannya bisa bolong-bolong kena rokok, dan saya ga mau rokok saya sampai mati”paksaku. Lalu dia mengambil rokok yang ada di tangan kananku dengan wajah yang sedikit kesal. Tanpa memilih langsung aku ambil sebuah baju yang ada didepanku, “saya mau pake sekarang, disini sekarang juga” kataku, “mas, di ruang ganti aja mas salinnya, jangan disini, aduh..mimpi apa sih saya bisa ketemu mas ini” dia memohon dengan wajah yang sedikit gugup sambil melihat-lihat ke sekitar “aduh mas ini, bikin repot saya aja,ntar kalo diliat orang bagaimana?”pegawai itu terus menerus mencoba melarangku, namun tak sedikitpun kuhiraukan permohonannya, tanpa pikir panjang aku membuka baju yang sudah basah kuyup tadi di depannya dan menggantinya dengan baju yang baru.

Beberapa pegawai toko hanya saling berpandangan melihat kami, lalu aku mengeluarkan dompet dan mengambil beberapa lembar limapuluh ribuan. “aduh, maap mas, bayarnya dikasir aja tuh disana” dia mengarahkan telunjuknya kesudut ruangan di toko itu, namun tak ku pedulikan “nih saya bayar, ambil kembaliannya” dia nampak kebingungan,aku rebut kembali rokok yang dia pegang,dia masih diam sambil matanya tak beralih dari wajahku tanpa ekspresi“baju saya!” kataku mengagetkannya yang masih bengong, lalu dia mengambil baju yang basah kuyup tadi dan membungkuskannya untukku seraya berucap “i.. iya… mas, i…ini mau saya bung..kus”dengan cepat akupun mendekatinya, dia sedikit kaget lalu selangkah kecil mundur kebelakang, aku dekati lagi hingga jarak tubuh kami hanya sekitar 10 cm bahkan kami bisa mendengar suara napas kami berdua, “hmm..mmas, mas ma..mau apa?” dia berkata tergagap-gagap.semua orang tak memalingkan pandangannya dari kami, aku tatap matanya lekat-lekat dan kami berdua terdiam untuk beberapa detik, dia tampak kebingungan dengan situasi ini namun tidak bereaksi apa-apa, terdengar napasnya mulai tak stabil, entah gugup atau takut aku tak tahu, kubisikkan sesuatu ketelinganya “mau ambil ini…” seraya mengambil bungkusan yang ada ditangan dia dan melangkah meninggalkannya.

Hujan masih belum reda, namun aku dengan santai melangkah keluar toko, kembali menghisap rokok, kembali membasahi baju yang baru aku ganti, kembali menyusuri jalan yang entah aku sendiri tak tahu berada dimana. Sepintas terlihat beberapa pegawai tadi melihatku dengan penuh keheranan dekat pintu toko, mungkin setelah itu namaku akan di blacklist untuk memasuki toko itu, ah tak lagi aku pedulikan. Aku hanya ingin berjalan dan terus berjalan, meski sepatu ini harus rusak, meski telapak kaki ini lecet, aku hanya ingin terus berjalan, hanya cara ini yang sempat terpikir untuk bisa menghilangkan sejenak pikiran terhadap dea.

Tak terasa malam sudah semakin larut, mungkin sudah saatnya aku pulang kembali ke Bogor, meninggalkan semua perasaanku, khayalan dan mimpiku di kota ini. Hujanpun sudah mulai reda, aku melangkahkan kaki menuju terminal leuwi panjang, akhirnya sampai juga dengan berjalan kaki, kebetulan bis yang aku naiki adalah bis terakhir menuju Bogor malam itu, aku memilih duduk dekat jendela, kursi disebelahku masih kosong. tidak perlu menunggu sampai penuh, sopirpun langsung menghidupkan mesin dan perlahan meninggalkan terminal leuwi panjang, mataku menatap keluar jendela, ditengah perjalanan, dalam diam hal yang aku hindaripun muncul, pikiranku mulai meronta-ronta, ingatanku kembali menyeruak dengan hebatnya, diluarpun hujan kembali turun, lebih lebat dari sore tadi, mengguyur jalur bis yang aku lalui dengan derasnya.

Satu persatu ingatanku mulai muncul, terlihat saat dia tertawa dengan kerasnya sewaktu mendengar cerita lucu temanku, aku sedang menatapnya dari kejauhan dan dia tak pernah tau, lalu muncul lagi ingatan saat pertama kali dia menyapa, aku hanya tersenyum dan menundukkan kepala, dia tak pernah tau betapa senangnya aku saat itu, kemudian muncul ingatan saat pertama kali makan bersama seusai mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam, aku selalu mencuri-curi pandang terhadapnya, masih jelas terdengar gemerutuk suara sendok yang menyentuh giginya karena ia makan terlalu lahap, tapi lagi-lagi dia tak sadari itu, teringat saat dia menarik tali tasku dan meminta aku tuk berjalan lebih pelan karena takut tertinggal, lalu aku memperlambat agar bisa mengimbangi dan berjalan disampingnya, betapa senangnya aku namun lagi-lagi dia tak sadari itu, waktu pertama kali dia mencoba menggodaku dan dia berpikir saat itu aku marah karena diam saja dan tak menanggapinya, bukan..itu bukanlah marah,melainkan aku terlalu gugup dan tak tahu bagaimana cara menanggapinya, dan akhirnya hanya diam saja, dan..dan…arrgghh… semua memory itu tumpah layaknya air bah, tak terbendung lagi. Tak tahu dengan cara apa aku bisa hentikan, tiba-tiba ingatanku mengarah tentang kejadian tadi siang, saat kita makan bersama, saat kita nonton film di bioskop, saat dia tertawa melihat adegan lucu beberapa aktornya, dan saat..saat dia berkata bahwa percakapan waktu itu hanya untuk mempersingkat waktu saja karena dia sudah lelah bukan benar-benar menyukaiku..dan..dia berkata bahwa selama ini tak menyimpan perasaan apapun terhadapku. Aaarrgghhh… “How it can happen to me???”

Terdengar samar-samar sebuah lagu, sopir bis memutarkan sebuah lagu sebagai hiburan ditengah perjalanan. Sepertinya aku mengenali lagu ini, sedikit mengalihkan lamunanku, setelah kuingat-ingat,ya ini soundtracknya city of Angels dari Sarah McLachlan yang sering kudengarkan untuk menemani bekerja ketika lembur dikantor, aah..masa bodoh.

Perlahan aku membuka tas, mengambil pena dan sebuah buku, buku yang selalu ku isi dengan tulisan-tulisan tentang semua kejadian aku dengannya, meski hanya saat ia menyapa dan pergi begitu saja, buku itu juga berisi semua sms-sms yang pertama hingga yang terakhir yang dia kirimkan, yang terbaru dia sms kemarin sore dan masih tersimpan di inboxku “aku demam…” tertanggal 10 mei 2010 pkl 20:58 Wib , semuanya terekam dengan begitu jelas.

In the arms of an angel…

Fly away from here…



Terdengar semakin jelas suara yang merdu dan penuh penghayatan dari sarah Mclachlan, sehingga tak salah jika memang lagu itu disukai banyak orang bahkan supir bispun sepertinya menyukai lagu ini karena dia sedikit meninggikan volume ketika sampai pada bagian reff…

Aku kembali menatap buku itu,lalu membuka lembar demi lembar, untunglah masih ada lembaran kosong pikirku meskipun hanya tersisa beberapa lembar saja. Rasanya ingin ku tulis sesuatu di lembaran terakhir buku ini, tak tau apa. Lalu dengan terbata-bata aku bersuara seraya menuntun lenganku untuk menuliskan beberapa kata.

“cin..ta itu.. sam..pah
cin..ta itu.. ko..nyol
cin..ta itu penya..kit
cin..ta itu sa..kit.. ji..wa..”

dan sejenak aku menghela napas panjang, sedikit memberi ruang untuk ku berpikir, lalu aku kembali berlirih

“dan... perla..han
A..ku.. beru..bah menjadi sam..pah
Pribadi.. yang ko..nyol penyakitan.. dan.. gi..la..”

“KARENA..NYA…..”


Tak terasa beberapa tetes air mata jatuh bersamaan dengan tetesan air hujan diluar sana.
“don’t dream, it’s over!!!”

Orang yang tak pernah menderita
karena cinta, sesungguhnya tak pernah
mengenal cinta.

Jika rasa itu tak pernah melukai,
pasti itu bukan cinta.

Cinta membuka yang selama ini tertutup,
menyadarkan yang belum pernah disadari,
mencemerlangkan yang tak terlihat,
dan memuliakan yang tak terhargai.

Cinta melambungkan harapan ke langit.

Tapi, jika ia dikecewakan,

Cinta menyayat hati sampai ke dasarnya.

Mario Teguh

2 komentar:

  1. Beuh...
    gw menemukan korelasi antara cerpen ini dengan percakapan2 gajebo lo selama ini, hehe.
    apa yang lo tulis di cerpen ini kaya bagian dari diri lo sendiri yah?
    Mantep ad, dalem banget (gak nyangka gw :)).
    Keep writing ad, hehehe

    BalasHapus
  2. korelasi?aah bisa aje, thankyou dince...u 2!!!

    BalasHapus