Minggu, 06 Februari 2011

High Heels vs Sandal Jepit Oranye

Hari ini di kantor ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan hari itu juga sehingga aku pulang sedikit terlambat, kurang lebih jam 8 malam aku melangkah pulang meninggalkan kantor menuju stasiun Manggarai, tiba disana aku langsung menuju loket dan membeli karcis untuk kereta ekonomi AC jurusan Bogor. Aku taruh pantatku di tempat duduk yang terbuat dari bantalan rel yang di cat berwarna hijau yang sudah terkelupas, tempat duduk itu terbentang sepanjang tempat tunggu antara jalur lima dan enam di stasiun Manggarai, biasanya kereta kearah Bogor berhenti di jalur enam. Aku menunggu sambil mendengarkan music dari HP, sekedar untuk menghilangkan rasa jenuh,.
Selang beberapa menit, terdengar sebuah pengumuman bahwa akan datang kereta ekonomi balik dari stasiun Jatinegara menuju Manggarai lalu balik kearah Bogor. Pikirku, Jika memang kosong lebih baik aku ikut kereta ini saja karena ekonomi AC masih lama dan pasti tidak dapat kursi pula.

Tidak harus menunggu lama kereta ekonomipun muncul di jalur lima, setelah kuamati, benarlah bahwa kereta itu lumayan lenggang jadi tak disia-siakan lagi, aku langsung masuk dan duduk dikursi bagian tengah dekat kipas angin berharap bisa sedikit menghilangkan keringat yang belakangan baru kutahu bahwa ternyata kipasnya tidak berfungsi alias rusak.

Malam itu keadaan kereta tidak terlalu ramai sehingga ada beberapa kursi yang masih kosong, Disebelahku ada seorang bapak-bapak mungkin usianya sekitar 50 tahunan dan dikiri ada dua orang anak kecil yang sedang asyik bercanda sepertinya memang kakak beradik, satu laki-laki usianya sekitar sepuluh tahunan dan satu lagi perempuan usianya mungkin sekitar tujuh tahunan, keduanya memakai celana SD yang berwarna merah, dan tampangnya sangat lusuh, malam-malam begini kenapa anak-anak seusianya masih bercanda di kereta, apa orang tua mereka tidak mencarinya pikirku, ah ya sudahlah kenapa aku repot-repot memikirkan hal itu, badan dan pikiranku sudah lelah aku ingin buru-buru sampai rumah. Setelah aku menunggu beberapa menit akhirnya keretapun berangkat meninggalkan stasiun Manggarai.

Ditengah perjalanan, aku tertidur sambil memangku tas dengan pulasnya, hingga tak sadar apa yang tengah terjadi di sekitar.

Ketika kereta sampai di Stasiun Lenteng Agung, aku terbangun dengan suara ribut dan makian didepanku. Kereta sudah lumayan penuh, aku melihat seorang Ibu yang menggendong bayi sedang memarahi anak perempuan yang duduk disampingku, hidung anak itu berdarah, “lo kecil-kecil kurang ajar ya ma orang tua!!! Monyet lo!!!” bentak si ibu, namun anak itu tidak kalah seru, dia membalas dengan perkataan yang menurutku tidak pantas diucapkan oleh anak seusianya, “lo maling!!! Anjing lo!!! Beraninya sama anak kecil!” balas anak itu, terlihat kakak lelakinya yang sedari tadi diam ikut membantu adiknya, “lo beraninya ma anak kecil!!! Dasar lo bangsat!!!” timpal kakaknya, ibunya membalas ”lo berdua yang kurang ajar ma orang tua!!! Kecil-kecil kaga sopan lo!!! Anjing!!”, lalu anak perempuan itu kembali ngotot dan membentak si ibu “Apaan lo!!! Dasar lo! Emangnya gw kaga berani sama lo!!!”bentaknya tehadap si ibu dengan nada yang tidak kalah tinggi.

Aku hanya diam melihat kejadian itu, si ibu bersiap mau memukul kedua anak itu namun sianak tetap tidak berhenti memaki, beberapa orang memisahkan mereka bertiga, dan akhirnya penumpang yang lain menyuruh kedua anak itu turun.

Ketika kereta sampai di stasiun Pondok Cina, kedua anak kecil itupun turun, namun tetap saja mereka masih memaki terhadap si ibu dan begitupun si ibu yang di dalam kereta, dia tetap membentak dan membalas memaki. Ketika sampai di Stasiun Depok Baru, si ibu akhirnya turun juga.

Sekarang posisiku sudah tidak duduk lagi karena kursinya kuserahkan kepada seorang ibu yang baru saja naik. Aku masih terkejut dengan kejadian tadi, ada apa sebenarnya. Ada seorang ibu yang memarahi kedua anak kecil, anak perempuan yang hidungnya berdarah, kedua anak yang memaki ibu itu dengan kata-kata yang tidak pantas dan tidak sopan, ada apa sebenarnya batinku bertanya.

Tiba-tiba bapak yang duduk disamping kanan tadi menyadarkan aku dari sebuah lamunan dengan menepuk pundakku, sekarang posisi si bapak ada disamping kiri karena kami sama-sama berdiri menghadap ke arah jendela. “ko melamun dek? Memang sih aneh, biasanya kan suka hujan, tapi malem ini langitnya lumayan cerah” bapak tersebut memulai percakapan dengan awalan yang sedikit sok tahu, memang saya melamun memikirkan hujan apa pikirku, “eh , iya pak, hmm… iya juga ya ko tumben cerah” balasku dengan nada mengiyakan pernyataan si bapak tadi. “oh iya pak, bapak tau kenapa si ibu marah-marah sama dua anak kecil itu? Tadi saya ketiduran pak..hehe..pas bangun eh udah mulai adegannya..hehe..” tanyaku mulai penasaran,”ooh..pantesan, adek ga tau toh, tadi awalnya anak perempuan itu dorong si ibu, terus si ibu itu marah dan menampar si anak kecil sampe berdarah gitu, ya terus adek bisa liat sendirikan lanjutannya?” bapak itu sedikit menjelaskan, tapi aku masih penasaran, “emangnya kenapa pak, itu anak sampe dorong si ibu tadi, kan kasian, bukannya si ibu lagi gendong bayi tuh, pake dimaki-maki gitu lagi” lagi-lagi aku penasaran. Si bapak itu menjawab “sebenernya, anak itu ga salah juga, kalo maki-maki sih mungkin dari pergaulan dia di jalanan, adek inget dia maki-makinya bilang apa?”, “seinget saya sih, hmm..maap ya pak ini aga kasar, dia bilang anjing, bangsat, malinglah apa gitu pokonya ya memang kasar gitulah..hehe..saya lupa lagi..” jawabku, tiba-tiba si bapak tadi menghela napas panjang seakan mau memberikan penjelasan yang cukup berat “hmm.. begini dek, tadi pas adek lagi tidur, si ibu itu diem-diem mo ambil handphonenya adek, bapak liat sendiri ko dengan jelas, termasuk beberapa orang yang ada di depan bapak juga melihat, cuman bapak ga berani kasih tau, karena kemungkinan besar si ibu itu juga ga sendirian alias ada backingnya, ya bapak sih takut” bapak itu menjelaskan, lalu dia sedikit menghela napas kembali, memberi jeda dalam penjelasannya, “nah, anak perempuan tadi itu malah berani dorong si ibu tadi, ya gitu deh awal kejadiannyanya” sambung si bapak, tiba-tiba aku merasa tersentak dengan penjelasannya, bukan main merasa kaget dan bersalahnya aku.

Kereta sudah sampai di stasiun Bogor. “saya duluan ya dek, udah malem kesian keluarga saya nunggu dirumah” bapak tersebut berpamitan, “oh iya pak, makasih banyak pak” balasku. Aku berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil motor yang pagi tadi dititipkan di parkiran Stasiun Bogor. Aku pacu scooterku menembus angin malam dijalanan Bogor, tiba di jalan Surya Kencana kuarahkan ke kiri menuju Batu Tulis dan menuju rumahku di Cigombong dengan jalur alternative Cipaku (arah kaki gunung Salak). Di tengah perjalanan aku tak henti-hentinya memikirkan kejadian tadi, sedang apa sekarang kedua anak kecil itu, sudah makankah? Tidur dimana mereka malam ini? Hmm… batinku bergejolak, dan satu pernyataan terlontar dari pikiranku, “bagaimana cara aku berterimakasih pada kedua anak tadi?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar